Senin, 13 Mei 2013

JEJARING KERJA DIKLAT


BAB I
 PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain, karena itulah manusia dikatakan sebagai makhluk sosial dan butuh bantuan orang lain dalam bekerja. Demikian pula dalam sebuah organisasi, karyawan dalam sebuah organisasi tidak dapat bekerja sendiri tetapi harus bekerja sama dengan karyawan lainnya, untuk mencapai tujuan sebuah organisasi yang telah ditentukan terlebih dahulu.

Kegiatan pendidikan dan pelatihan juga perlu diorganisir agar mencapai tujuan diklat secara efesien dan efektif. Kegiatan ini tidak terlepas dari penerapan fungsi-fungsi manajemen. Salah satu fungsi yang dibahas dalam makalah ini adalah fungsi koordinasi.

Koordinasi adalah suatu kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan seluruh unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan (H. Malayu, S.P Hasibuan, Management Dasar Pengertian dan Masalahnya, 1996). Selanjutnya G.R. Terry berpendapat bahwa koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Jejaring kerja merupakan proses yang aktif membangun dan mengelola hubungan-hubungan yang produktif. Jejaring kerja merupakan hubungan yang luas, kokoh, baik personal maupun organisasi (Wayre E. Bakri: 1994)

Koordinasi akan efektif apabila dilaksanakan suatu proses jejaring kerja secara efektif dan efesien. Pengelola diklat merupakan manajer dalam penyelenggaraan diklat, oleh karena itu perlu memiliki kompetensi dalam hal membangun jejaring kerja secara efektif dan efesien. Makalah jejaring diklat ini dimaksudkan untuk meningkatkat pegetahuan pengelola diklat dalam hal memahami konsep, dasar kordinasi, kolaborasi, dan jejaring kerja diklat, jenis-jenis dan bentuk-bentuk koordinasi dalam penyelenggaraan diklat. Tehknik-tekhnik koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja sebuah lembga diklat.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka peneliti secara umum akan membahas tentang “Jejaring Kerja Diklat
Permasalahan tersebut di atas dibahas lagi secara khusus mengenai:
1.      Bagaimana konsep dasar koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja?
2.      Bagaimana teknik-teknik koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja dalam penyelenggaraan diklat?
3.      Bagaimana prinsip-prinsip koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja diklat?

C.      TUJUAN
Secara umum, penyusunan makalah ini adalah untuk pemahaman tentang jejaring kerja diklat, dan secara khusus tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.      Mendeskripsikan konsep dasar koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja.
2.      Mendeskripsikan teknik-teknik koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja dalam penyelenggaraan diklat.
3.      Mendeskripsikan prinsip-prinsip koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja diklat.

D.      MANFAAT
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada para pelaksana pendidikan dan pelatihan.Secara praktis, hasil penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai berikut:
1.      Sebagai pedoman bagi para pelaksana diklat.
2.      Untuk meningkatkan keterampilan pelaksana diklat.
3.      Untuk meningkatkan hasil pelaksanaan diklat
4.      Menambah wawasan penulis dalam pelaksanaan diklat.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.      PENGERTIAN JEJARING KERJA
Teori jaringan kerja merupakan salah satu analisis tekhnik riset operasional yng berhubungan dengan manajemen proyek. Tekhik analisi jaringan kerja yang dikembangkan dipergunakan dalam perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian.

Menurut Soharto (1999) jaringan kerja merupakan penyajian perencannan dan pengendalian, khususnya jadwal kegiatan proyek secara sistematis dan analisa.

B.       PENGERTIAN DIKLAT
Pemahaman terhadap istilah pendidikan dan pelatihan sering tumpang tindih, batasan antara kedua defenisi ini sering sekali tidak jelas, hal ini disebabkan karena kedua istilah ini memiliki tujuan yang sama yaitu terjadinya perubahan perilaku seseorang ke arah yang lebih sesuai dengan yang diinginkan. Keduanya berhubungan dengan belajar dan perubahan diri manusia, tetapi berbeda terutama dalam hal tujuan khusus yang ingin dicapai.

Pendidikan berasal dari bahasa Latin educaru yang berarti memelihara, menjaga, menumbuhkan. Miner (1992) menyebutkan bahwa pendidikan lebih terkait dengan tujuan-tujuan yang bersifat individual dan tidak terkait langsung dengan tujuan organisasi. Sedang pelatihan pada dasarnya berhubungan dengan peran khusus individu dalam organisasi. Pelatihan diberikan kepada seseorang untuk meningkatkan kinerjanya dalam sebuah organisasi.

Beebe, Mottet & Roach 9\(dalam Yuwono,dkk, 2005) dalam konteks dunia kerja secara tegas membedakan antara pendidikan dan pelatihan, sebagaimana pada tabel berikut ini:
PENDIDIKAN
PELATIHAN
Proses memperoleh pengetahuan atau informasi
Proses mengembangkan keterampilan untuk suatu pekerjaan atau tugas tertentu
Menekankan pada mengetahui
Menekankan pada melakukan
Menekankan pencapain dengan membandingkan dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh orang lain
Menekankan pada pencapaian pada tingkat keterampilan tertentu yang bisa dilakukan
Menekankan pada cara pandang sistem terbuka, bahwa ada banyak cara yang bisa digunakan untuk mencapai suatu tujuan, berpikir kreatif dan kritis sangat dianjurkan
Menekankan pada cara pandang sistem tertutup, bahwa ada cara khusus yang benar atau salah dalam menunjukkan suatu keterampilan








BAB III
KONSEP DASAR KOORDINASI, KOLABORASI
DAN JEJARING KERJA

A.      Pengertian Koordinasi, Kolaborasi dan Jejaring Kerja
1.    Pengertian Koordinasi
Berikut ini dijelaskan beberapa pengertian tentang koordinasi menurut beberapa ahli, yaitu :
a.    Menurut G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
b.    E.F.L. Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007:85).
c.    Menurut Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.
d.   Handoko (2003:195) mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
e.    Koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan oleh kepala wilayah guna mencapai keselarasan, keserasian, keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua instansi vertikal dan antara instansi vertikal dengn dinas daerah agar tercapai hasil guna dan daya guna (PP.No.6/1988)
f.     Koordinasi adalah suatu proses yang mengatur agar pembagian pekerjaan dari berbagai orang dapat tersusun menjadi suatu kebulatan yang seefesien mungkin (S.P. Siagian)
g.    Menurut William H. Newman koordinasi adalah penyerasian dan penyatuan tindakan dari sekelompok orang. Dikatakan selanjutnya, kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi adalah suatu operasi yang kegiatan-kegiatan dari para pegawai atau personel tampak harmonis, saling berjalin serta terintegrasi ke arah suatu sasaran yang sama.
h.    Menurut perundang-undangan koordinasi secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa koordinasi adalah bekerja bersama seerat-eratnya dibawah seorang pemimpin. Karena itu koordinasi dapat terwujud bila ada kerjasama yang seerat-eratnya dari dua ataulebih pihak dalam mewujudkan sesuatu.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud koordinasi adalah suatu upaya memadukan kegiatan (mengintegrasikan), menyeasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

Dalam pengelolaan pelatihan diperlukan suatu kegiatan koordinasi secara efektif dan efesien agar tujuan pendidikan dan pelatihan dapat tercapai dengan baik. Koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari proses  perumusan jenis diklat dalam artian dalam analisis kebuthan diklat atau Training Needs Assesment (TNA), penentuan tujuan diklat, perencanaan program diklat pelaksanaan kegiatan diklat sertamonitoring dan evaluasi diklat.
Pengertian ini selaras dengan tujuan koordinasi yang antara lain adalah:
a.    Terciptanya efesiensi organisasi dalam pencapaian tujuannya
b.    Terciptanya sinergi antar unit kerja sehingga menghasilkan dampak sinergi, seperti terwujudnya keterpaduan dan meningkatkan kerjasama antara atasan dan bawahan serta antar sesama anggota dalam organisasi, memperbaiki kekurangan dan memberikan perhatian kepada individu dan kelompok organisasi.

2.    Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi mempunyai arti lebih dari komunikasi, korporasi dan koordinasi. Kolaborasi berasal dari kata latin “Com” dan “Laborate” yang artinya kerjasama. Kolaborasi adalah satu hubungan kerjasama saling menguntungkan antara kedua belah pihak atau lebih, dalam mencapai tujuan bersama dengan saling memberikan tanggung jawab, otoritas dan tanggung gugat. Menurut Edward M. Marshall, Ph.D dalam bukunya “Transforming the Way We Work" tentang arti dan makna Kolaborasi adalah satu proses didasarkan prinsip kerjasama, yang menghasilkan kepercayaan, integritas dan terobosan melalui pencapaian consensus, kepemilikan dan keterpaduan pada semua aspek organisasi.

Kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien, dan kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan (Lindeke dan Sieckert,  2005). Gray (1989) juga  menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir dimana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.

Kolaborasi juga disebut sebagai pendekatan utama yang akan menggantikan pendekatan hirarki dalam prinsip-prinsip pengorganisasian untuk memimpin dan memanage lingkungan kerja pada abad yang akan datang.

Ada beberapa fungsi utama kolaborasi, antara lain:
a.    Satu perubahan total (A Totalshift)
Kolaborasi dikatakan sebagai suatu perubahan sebab kolaborasi bukan merupakan satu program, bukan satu tekhnik, atau satu pemecahan masalah yang parsial, melainkan merupakan satu perubahan menyeluruhdalam hal cara kerjasama, kreatif tentang pelanggan, dan perilaku satu sama lain di dalam lingkungan kerja.
b.    Etika kerja yang baru (A new work ethic)
Kolaborasi sebagai etika kerja yang baru karena dalam kolaborasi terdapat pengakuan bahwa setiap pekerjaan dikerjakan melalui orang lain, setiap orang selalu menizinkan dan merasa perlu adanya penghargaan, pekerjaan akan berhasil apabila masing masing orang ikut merasa memiliki dan melaksanakan pekerjaan tersebut.
c.    Satu hubungan kerja (A common denominator of relationship)
Kolaborasi memiliki arti sama dengan hubungan kerjasama, suatu pendekatan, suatu pendekatan bahwa dalam rangka pengaturan semua orang dalam suatu lingkungan kerja, bahwa kepercayaan dan nilai nilai dasar, merupakan landasan demi terciptanya hubungan kerja yang didasarkan saling percaya mempercayai.
d.   Kerangka kerja pengambilan keputusan (A decision making frame work)
Kolaborasi sebgai kerangka kerja pengambil keputusan, mengandung arti pengambilan keputusan tentang strategi, pelanggan, atau sistem, bukan didasarkan pada kekuasaan atau kepentingan perorangan melainkan didasarkan pada keputusan organisasional yang berprinsip.
e.    Serangkaian metode dan alat (A set of methods and tools)
Kolaborasi merupakan serangkaian metode dan alat yang membantu energi kerja melakukan kerjasama, merasa memiliki dan bertanggung jawab demi keberhasilan organisasi dan menciptakan satu sistem yang mampu menghasilkan kinerja tinggi yang terus menerus
3.    Pengertian Jejaring Kerja
Teori Jaringan Kerja merupakan salah satu analisis Teknik Riset Operasional yang berhubungan dengan Manajemen Proyek. Proyek adalah satu kombinasi kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan, yang harus dilakukan dalam urutan tertentu sebelum keseluruhan tugas dapat diselesaikan. Urutan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara logis, yaitu mulai dari pelaksanaan satu kegiatan sampai dengan kegiatan lainnya diselesaikan. Teknik analisis jaringan kerja yang dikembangkan dipergunakan dalam perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek.

Jejaring kerja menurut Wayne E. Braker dalam buku Networking Smart, tahun 1984 adalah proses aktif membangun dan mengelola hubungan-hubungan yang produktif. Jejaring merupakkan hubungan yang luas dan kokoh baik personal maupun organisasi. Selanjutnya dikatakan jejaring dalam organisasi merupakan suatu proses pemeliharaan, penumbuhan serta pengintegrasian kemampuan-kemampuan terpilih, bakat-bakat, hubungan dan partner dengan cara mengembangkan kemitraan yang kreatif dan strategis untukmeningkatkan kinerja organisasi.

Pentingnya jejaring kerja adalah menimbulkan komitmen dari setiap unsur yang terkait dengan menempatkan setiap individu pada jejaring tersebut serta menjadi jembatan penghubung antara pribadi dengan kehidupan profesional dan antara satu institusi dengan institusi lainnya. Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan jejaring kerja yang tumpang tindih bagaikan galaksi dari tatanan kerja. Dalam kondisi yang kompleks sedemikian ini, suatu organisasi dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik, bila dikerjakan bersama-sama pihak lain, saling bekerja sama, saling percaya-mempercayai, dan saling mendukung. Menciptakan jejaring kerja dengan menghimpun kekuatan, tetapi menyebarkan apa yang ada pada suatu organisasi dan mendorong pihak lain melakukan hal yang sama (Kaloh, 2007).

manajemen jaringan adalah metode baru dalam memecahkan masalah (Glasbergen, 1995 dalam Kikckert, 1997). Manajeman jaringan merupakan salah satu model dari manajemen publik. Pemerintah bukanlah satu-satunya aktor yang dominan dalam jaringan. hirarki dan system pengendalian dari pusat ke bawah tidak dapat dilakukan dalam jaringan karena semua sejajar tidak ada yang paling tinggi (Kickert ,1997).

Manajemen jaringan dalam organisasi dilaksanakan agar terciptanya koordinasi dan sinergi yang kuat menyatukan tindakan, menyerasikan kegiatan dan mensinkronisasikan setiap usaha guna mencapai tujuan organisasi. Lebih lanjut dalam manajemen jaringan sesuai dengan tujuan akhirnya tak lain adalah kerja sama atau koordinasi yang harnonis antar bagian (mengkombinasikan unsur-unsur atau bagian-bagian) untuk menghasilkan keluaran yang lebih bermutu (lebih baik atau lebih besar).

Problematika yang sering dihadapi oleh birokrasi pemerintahan kita adalah sering urusan sesuatu ditangani oleh banyak instansi sehingga jika muncul masalah, sulit untuk melacak dimana sumber permasalahan tersebut muncul. Kejelasan pengaturan manajemen jaringan sangatlah dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang timbul, tidak saja kejelasan tentang siapa melakukan apa (kejelasan tugas pokok dan fungsi), namun juga tentang akuntabilitas (bagaimana dan mengapa tugas itu harus dipertanggungjawabkan). Banyaknya permasalahan yang timbul menyebabkan pemerintah tidak bisa mengakomodir dan memecahkannya sendiri, dengan struktur kerja jejaring inilah pemerintah bisa menjawab tantangan kerja birokrasi yang semakin besar. Namun tidaklah mudah mengakomodir dan memecahkannya tanpa harmonisasi kerja yang optimal.

Pengertian yang telah dijabarkan diatas sesuai dengan tujuan pokok membangun jaringan menurut Craig Hickman dalam bukunya The Fourth Dimension adalah:
a.    Menyatukan bakat, potensi, kemampuan baik individu, kelompok maupun seluruh jajaran organisasi sedemikian rupa sehingga tercipta kemampuan bersama yang makin besar.
b.    Fokus yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pok yaitu mempersatukan bakat dn membina dan mengembangkan keterampilan.
c.    Membantu mengembangkan berbagai ragam kemampuan anggota.

B.       Jenis-jenis koordinasi dan jejaring kerja diklat
1.    Berdasarkan Luasnya Kordinasi
a.    Koordinasi yang paling sempit
Koordinasi yang terdapat dalam diri sendiri seseorang yang bertujuan agar seseorang dapat menkoordinasikan anggota tubuhnya sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna
b.    Koordinasi yang paling luas
Koordinasi yang paling luas yakni diantara pribadi dengan pribadi.
c.    Koordinasi yang paling luas lagi
Koordinasi yang paling luas yakni koordinasi antar kelompok, misalnya antar instansi.

2.    Berdasarkan Lingkup Koordinasinya
a.    Koordinasi intern
Koordinasi intern yaitu koordinasi yang terjadi dalam satu unit organisasi.  Misalnya antara Dinas pendidikan deng Unit Pelaksana Tekhnis Dinas
b.    Koordinasi ekstern
Koordinasi ekstern yaitu  koordinasi yang dilakukan dar bergabagi organisasi. Misanya Badan Kepegawain Nasional dengan biro kepegawaian seluruh departemen.

3.    Berdasarkan SANRI 1997
a.    Koordinasi Hierarkis Koordinasi Vertikal)
Koordinasi hierarkis adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi pemerintah terhadap pejabat atau instansi bawahannya.
b.    Koordinasi Fungsional
Koordinasi fungsional adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat atau sesuatu instansi terhadap seorang pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan azas fungsional. Koordinasi fungsional dapat dibedakan kedalam tiga jenis yaitu:
1)        Koordinasi fungsional horizantal yaitu koordinasi yang dilakukan seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang setingkat baik dalam satu instansi maupun dengan instansi lain.
2)        Koordinasi fungsional diagonal yaitu, koordinasi yang dilakukan seseorang pejabat atau suau instansi terahadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatanannya tetapi bukan bawahannya yang mempunyai porgram yang berkaitan
3)        Koordinasi fungsional teritorial yaitu, koordinasi yang dilakukan seorang pejabat atau instansi lain terhadap pejabat atau instansi lain yang berada dalam batasan wilayah teritorial.

4.    Koordinasi Instansional
Koordinasi instansional adalah koordinasi terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang berangkutan

5.    Jenis-Jenis Jejaring Kerja
Ada tiga macam proses di dalam pelaksanaan jearing kerja yaitu:
a.    Mengadakan seleksi
Dalam hal ini sebelum pelaksanaan jejaring kerja perlu melaksanakan seleksi dengan siapa saja perlu melakukan jejaring kerja. Hal ini sangat bermanfaat bagi langkah selanjutnya.
b.    Mengadakan penggalian
 Menggali lebih jauh tentang manfaat jejaring kerja, bidang-bidang apa saja yang perlu dilaksanakan serta kemampuan apa saja yang diperlukan.
c.    Mengadakan mitra kerja
 Dalam hak ini perlu menentukan tugas dan peran masing masing mitra kerja, hal-hal yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh masing-masing mitra kerja.





















BAB IV
TEKNIK-TEKNIK KOORDINASI, KOLABORASI
DAN JEJARING KERJA
DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT

A.  TEKNIK KOORDINASI PENYELENGGARAAN DIKLAT
Teknik adalah suatu cara atau metode untuk dipergunakan dalam melaksanakan sesuatu. Sedangkan teknik koordinasi tata cara atau prosedur dalam melakukan atau meningkatkan koordinasi.
1.    Sarana Koordinasi
Sarana adalah alat, sedangkan sarana koordinasi adalah alat-alat yang terkait dengan pelaksanaan koordinasi meliputi:
a.    Kebujaksanaan
Kebijaksanaan adalah pedoman pelaksanaan tindakan-tindakan tertentu. Kebijaksanaan merupakan kumpulan-kumpulan keputusan yang berguna untuk:
1)        Pedoman pelaksanaan tindakan dan kegiatan tertentu
2)        Mengatur suatu mekanisme tindakan lanjutan untuk pelaksanaan tindakan atau kegaiatan tertentu
3)        Memperoleh dukungan dari pejabat dan pelaksana dalam organisasi

b.    Rencana
Rencana digunakan sebagai alat koordinasi dan hubungan kerja karena didalam rencana yang baik tertuang secara jelas sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, dan lokasi pelaksanaan
c.    Prosedur dan tata kerja
Prosedur dan tata kerja pada prinsipnya dapat digunakan sebagai alaat koordinasi dan hubungan kerja untuk kegiatan yang sifatnya berulang-ulang.

d.   Rapat dan Taklimat (Briefing)
Rapat Dan Taklimat (briefing) digunakan untuk memberikan pengarahan, memperjelas atau menegaskan suatu kebijaksanaan yang harus dilaksanakan.

2.    Pola Koordinasi Penyelenggaraan Diklat
Berikut ini akan dibahas tentanng pola bentuk koordinasi penyelenggaraan diklay yang dilakukan melalui:
a.    Forum
Yang dimaksud forum dalam masalah ini adalah pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan dalam rangka koordinasi baik secara formal maupun non formal untuk membahas suatu permasalahan. Dalam hal penyelenggaraan diklat yang dikoordinasikan antara lain persiapan penyelenggaraan diklat yang meliputi:
1)   Persiapan tenaga pengajar
2)   Persiapan panitia penyelenggara
3)   Persiapan katering
4)   Pengkoordinasian jadwal kegiatan
b.    Tim, Panitia, Kelompok kerja
Tim, panitia atau kelompok kerja sangat diperlukan apabila pekerjaan tersebut bersifat kompleks, rumit, multi disiplin, multifungsi sehingga azas fungsionalisasi secara tekhnis dapat berjalan dengan baik.

c.    Dewan atau Badan/ Lembaga Tertentu
Lembaga lembaga atau badan-badan tertentu yang secara fungsional memiliki fungsi sebagai instansi pembina diklat.

3.    Pedoman Koordinasi Penyelenggaraan Diklat
Dalam pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan diklat perlu diperhatikan hal-hal yang harus dilaksanakan dalam koordinasi dan prinsip-prinsip koordinasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
a.    Koordinasi penyelenggaraan diklat harus sudah dimulai sejak perencanaan penyelenggaraan diklat
b.    Perlu dijelaskan secara jelas tugas dan wewenang masing-masing penitia penyelenggara diklat
c.    Ketua pelaksana diklat yang secara fungsional berwenang dan bertanggung jawab mengenai penyelenggaraan.
d.   Dirumuskan secara jelas wewenang tanggung jawab dan tugas-tugas panitia penyelenggara.
e.    Perlu dikembangkan komunikasi timbal balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan kerja sama.
f.     Ketua pelaksana diklat yang berkewajiban mengkoordinasikan perlu memiliki jiwa kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi agar koordinasi lebih efektif
g.    Dalam pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.

B.  Teknik Kolaborasi Penyelenggaraan Diklat
Tidak semua pelaksanaan koordinasi menggunakan pendekatan kolaborasi, sebab kolaborasi merupakan kerja sama yang sinergis sehingga kedua belah pihak menang (win-win solution), baik dalam hal memberikan tanggung jawab, otoritas tanggung gugat.

Adapun teknik kolaboratif dalam penyelenggaraan diklat dalam makalah ini mengacu pada lima tahap dalam pelaksanaan metode kolaboratif yang dikembangkan oleh Edward M. Marshall, Ph.D. metode kolaboratif ini memperlihatkan elemen-elemen lingkungan kerja yang bervariasi, kesemuanya diarahkan dalam pendekatan perbuhan.

Adanya berbagai macam elemen hubungan pelanggan, budaya setempat, proses kerja, isi, struktur dan sistem, memimpin dan mengelola, kemitraan, hubungan kerja, hasil dan reputasi.  
C.  Teknik Jejaring Kerja Penyelenggaraan Diklat
Keberhasilan jejaring kerja sangat dipengaruhi oleh ni;ai-nilai pokok yang harus dipenuhi dalam jejaring kerja. Nilai-nilai tersebut diantaranya adalah:
1.    Adanya kejujuran dari individu
2.    Hubungan kerja sama antar pribadi harus didasarkan atas saling adanya kepercayaan.
3.    Dalam proses manajerial harus ditekankan pada prinsip pemberdayaan.
4.    Secara organisasi harus dibina tercapainya kemitraan
Disamping keempat hal tersebut diatas dalam melaksanakan hubungan antar individu perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1.    Saling memahami satu sama lain
2.    Saling menguntungkan kedua belah pihak
3.    Saling sama-sama menang.











BAB V
PRINSIP-PRINSIP KOORDINASI KOLABORASI
DAN JEJARING KERJA DIKLAT.

A.      Prinsip Koordinasi Diklat
Prinsip-prinsip koordinasi penyelenggaraan diklat antara lain adala sebagai berikut:
1.    Koordinasi harus berpegang teguh pada wewenang formal
2.    Koordinasi harus dimulai dari tahap dini, yaitu sejak perumusan kebijaksanaan
3.    Perlu dipelihara komunikasi timbak balik
4.    Amati terus faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan koordinasi
5.    Koordinasi perlu dilaksanakan secara terus menerus
6.    Ciptakan dan tetapkan pola atau wadah koordinasi yang akan digunakan dalam koordinasi.
7.    Adanya pedoman atau petunjuk untuk pelaksanaan koordniasi

B.       Prinsip Kolaborasi Diklat
Prinsip-prinsip kolaborasi mengacu pada lima komponen utama yang harus dimiliki dalam lingkungan kerja yang kolaboratif yakni:
1.    Budaya kerja
2.    Kepemimpinan kolaboratif
3.    Strategic vision
4.    Proses tim kolaborasi
5.    Stuktur kolaborasi

C.      Prinsip Jejaring Kerja Diklat
Dalam pelaksanaan jejaring kerja perlu memperhatikan beberapa prinsip dasar yang dikemukakan oleh beberapa pakar sebagai berikut:
1.    Hubungan nerupakan kebutuhan dasar manusia.
2.    Manusia cenderung berbuat seperti apa yang diharapkannya
3.    Manusia cenderung berkelompok dengan orang lain yang mempunyai kesamaan.
4.    Interaksi yang diulang-ulang mendorong untuk kerjasama




















BAB VI
KESIMPULAN

Jejaring kerja diklat sangat dibutuhkan ketika kita hendak membuat suatu pendidikan atau pelatihan. Sebuah pendidikan atau pelatihan tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana jika tidak memperhatikan kerja sama antar individu. Demikian pula didalam sebuah organisasi perlu bekerja sama satu sama lain untuk mencapai tujuan oorganisasinya secara maksimal

Kegiatan pendidikan dan pelatihan akan mencapai tujuan secara efektif dan efesien jika diorganisir dengan baik. Kegiatan pendidikan dan latihan tidak bisa lepas dari manajemen

Pengelola pendidikan dan pelatihan merupakan manager dalam penyelenggaraan diklat, oleh karena itu perlu memiliki kompetensi dalam hal membangun jejaring kerja secara efektif dan efesien agar pelaksanaan diklat berjalan dengan baik.






DAFTAR PUSTAKA

Kristiadi,J.B. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia, STIA-LAN, Press, Jakarta 1997

Ma’moeri, Endar, Hubungan kerja dan Koordinasi, bahan diklat Adum, Jakarta, 2000.

Siwi Ultima kadarmo, DR dkk, koordinasi dan Hubungan Kerja, Bahan Diklat Pimpinan IV, LAN,2011




1 komentar:

  1. Dalam melaksanakan Koordinasi dan Kolaborasi dengan mitra dan jejaring kerja dalam Tim proyek perubahan, Strategi seperti apa yang bisa kita wujudkan ? tentunya diawali dengan in put, out put dan out comesnya.

    BalasHapus