BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari manusia
tidak dapat bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain, karena itulah manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial dan butuh bantuan orang lain dalam bekerja.
Demikian pula dalam sebuah organisasi, karyawan dalam sebuah organisasi tidak
dapat bekerja sendiri tetapi harus bekerja sama dengan karyawan lainnya, untuk
mencapai tujuan sebuah organisasi yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan juga
perlu diorganisir agar mencapai tujuan diklat secara efesien dan efektif.
Kegiatan ini tidak terlepas dari penerapan fungsi-fungsi manajemen. Salah satu
fungsi yang dibahas dalam makalah ini adalah fungsi koordinasi.
Koordinasi adalah suatu kegiatan
mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan seluruh unsur-unsur
manajemen dan pekerjaan-pekerjaan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi
secara keseluruhan (H. Malayu, S.P Hasibuan, Management Dasar Pengertian dan
Masalahnya, 1996). Selanjutnya G.R. Terry berpendapat bahwa koordinasi adalah
suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah waktu yang tepat
dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan
harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Jejaring kerja merupakan proses yang
aktif membangun dan mengelola hubungan-hubungan yang produktif. Jejaring kerja
merupakan hubungan yang luas, kokoh, baik personal maupun organisasi (Wayre E.
Bakri: 1994)
Koordinasi akan efektif apabila
dilaksanakan suatu proses jejaring kerja secara efektif dan efesien. Pengelola
diklat merupakan manajer dalam penyelenggaraan diklat, oleh karena itu perlu
memiliki kompetensi dalam hal membangun jejaring kerja secara efektif dan
efesien. Makalah jejaring diklat ini dimaksudkan untuk meningkatkat pegetahuan
pengelola diklat dalam hal memahami konsep, dasar kordinasi, kolaborasi, dan
jejaring kerja diklat, jenis-jenis dan bentuk-bentuk koordinasi dalam
penyelenggaraan diklat. Tehknik-tekhnik koordinasi, kolaborasi dan jejaring
kerja sebuah lembga diklat.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka peneliti secara
umum akan membahas tentang “Jejaring
Kerja Diklat”
Permasalahan
tersebut di atas dibahas lagi secara khusus mengenai:
1. Bagaimana konsep dasar koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja?
2. Bagaimana teknik-teknik koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja dalam
penyelenggaraan diklat?
3. Bagaimana prinsip-prinsip koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja diklat?
C.
TUJUAN
Secara umum, penyusunan
makalah ini adalah untuk pemahaman tentang jejaring kerja diklat, dan secara
khusus tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mendeskripsikan konsep dasar koordinasi, kolaborasi dan jejaring
kerja.
2. Mendeskripsikan teknik-teknik koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja
dalam penyelenggaraan diklat.
3. Mendeskripsikan prinsip-prinsip koordinasi, kolaborasi dan
jejaring kerja diklat.
D.
MANFAAT
Secara
teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada para pelaksana pendidikan dan pelatihan.Secara praktis, hasil penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman bagi para pelaksana diklat.
2.
Untuk
meningkatkan keterampilan pelaksana
diklat.
3.
Untuk meningkatkan hasil pelaksanaan
diklat
4.
Menambah wawasan penulis dalam pelaksanaan
diklat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
PENGERTIAN
JEJARING KERJA
Teori jaringan kerja merupakan salah
satu analisis tekhnik riset operasional yng berhubungan dengan manajemen
proyek. Tekhik analisi jaringan kerja yang dikembangkan dipergunakan dalam
perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian.
Menurut Soharto (1999) jaringan kerja
merupakan penyajian perencannan dan pengendalian, khususnya jadwal kegiatan
proyek secara sistematis dan analisa.
B.
PENGERTIAN
DIKLAT
Pemahaman terhadap istilah pendidikan
dan pelatihan sering tumpang tindih, batasan antara kedua defenisi ini sering
sekali tidak jelas, hal ini disebabkan karena kedua istilah ini memiliki tujuan
yang sama yaitu terjadinya perubahan perilaku seseorang ke arah yang lebih
sesuai dengan yang diinginkan. Keduanya berhubungan dengan belajar dan
perubahan diri manusia, tetapi berbeda terutama dalam hal tujuan khusus yang
ingin dicapai.
Pendidikan berasal dari bahasa Latin
educaru yang berarti memelihara, menjaga, menumbuhkan. Miner (1992) menyebutkan
bahwa pendidikan lebih terkait dengan tujuan-tujuan yang bersifat individual
dan tidak terkait langsung dengan tujuan organisasi. Sedang pelatihan pada
dasarnya berhubungan dengan peran khusus individu dalam organisasi. Pelatihan
diberikan kepada seseorang untuk meningkatkan kinerjanya dalam sebuah
organisasi.
Beebe, Mottet & Roach 9\(dalam
Yuwono,dkk, 2005) dalam konteks dunia kerja secara tegas membedakan antara
pendidikan dan pelatihan, sebagaimana pada tabel berikut ini:
PENDIDIKAN
|
PELATIHAN
|
Proses memperoleh pengetahuan atau
informasi
|
Proses mengembangkan keterampilan
untuk suatu pekerjaan atau tugas tertentu
|
Menekankan pada mengetahui
|
Menekankan pada melakukan
|
Menekankan pencapain dengan
membandingkan dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh orang lain
|
Menekankan pada pencapaian pada
tingkat keterampilan tertentu yang bisa dilakukan
|
Menekankan pada cara pandang sistem
terbuka, bahwa ada banyak cara yang bisa digunakan untuk mencapai suatu
tujuan, berpikir kreatif dan kritis sangat dianjurkan
|
Menekankan pada cara pandang sistem
tertutup, bahwa ada cara khusus yang benar atau salah dalam menunjukkan suatu
keterampilan
|
BAB III
KONSEP DASAR KOORDINASI, KOLABORASI
DAN JEJARING KERJA
A.
Pengertian
Koordinasi, Kolaborasi dan Jejaring Kerja
1. Pengertian
Koordinasi
Berikut ini dijelaskan beberapa
pengertian tentang koordinasi menurut beberapa ahli, yaitu :
a. Menurut
G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk
menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk
menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah
ditentukan.
b. E.F.L.
Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan
lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar
kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para
anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007:85).
c. Menurut
Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu proses di mana
pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya
dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.
d. Handoko
(2003:195) mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses
pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang
terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien.
e. Koordinasi
adalah upaya yang dilaksanakan oleh kepala wilayah guna mencapai keselarasan,
keserasian, keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta
kegiatan semua instansi vertikal dan antara instansi vertikal dengn dinas
daerah agar tercapai hasil guna dan daya guna (PP.No.6/1988)
f. Koordinasi
adalah suatu proses yang mengatur agar pembagian pekerjaan dari berbagai orang
dapat tersusun menjadi suatu kebulatan yang seefesien mungkin (S.P. Siagian)
g. Menurut
William H. Newman koordinasi adalah penyerasian dan penyatuan tindakan dari
sekelompok orang. Dikatakan selanjutnya, kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi
adalah suatu operasi yang kegiatan-kegiatan dari para pegawai atau personel
tampak harmonis, saling berjalin serta terintegrasi ke arah suatu sasaran yang
sama.
h. Menurut
perundang-undangan koordinasi secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa
koordinasi adalah bekerja bersama seerat-eratnya dibawah seorang pemimpin.
Karena itu koordinasi dapat terwujud bila ada kerjasama yang seerat-eratnya
dari dua ataulebih pihak dalam mewujudkan sesuatu.
Dari beberapa pengertian diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud koordinasi adalah suatu upaya memadukan
kegiatan (mengintegrasikan), menyeasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan
dan kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama
yang telah ditetapkan.
Dalam pengelolaan pelatihan diperlukan
suatu kegiatan koordinasi secara efektif dan efesien agar tujuan pendidikan dan
pelatihan dapat tercapai dengan baik. Koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari
proses perumusan jenis diklat dalam
artian dalam analisis kebuthan diklat atau Training Needs Assesment (TNA),
penentuan tujuan diklat, perencanaan program diklat pelaksanaan kegiatan diklat
sertamonitoring dan evaluasi diklat.
Pengertian ini selaras dengan tujuan
koordinasi yang antara lain adalah:
a. Terciptanya
efesiensi organisasi dalam pencapaian tujuannya
b. Terciptanya
sinergi antar unit kerja sehingga menghasilkan dampak sinergi, seperti
terwujudnya keterpaduan dan meningkatkan kerjasama antara atasan dan bawahan
serta antar sesama anggota dalam organisasi, memperbaiki kekurangan dan
memberikan perhatian kepada individu dan kelompok organisasi.
2. Pengertian
Kolaborasi
Kolaborasi mempunyai arti lebih dari
komunikasi, korporasi dan koordinasi. Kolaborasi berasal dari kata latin “Com”
dan “Laborate” yang artinya kerjasama. Kolaborasi adalah satu hubungan
kerjasama saling menguntungkan antara kedua belah pihak atau lebih, dalam
mencapai tujuan bersama dengan saling memberikan tanggung jawab, otoritas dan
tanggung gugat. Menurut Edward M. Marshall, Ph.D dalam bukunya “Transforming
the Way We Work" tentang arti dan makna Kolaborasi adalah satu proses
didasarkan prinsip kerjasama, yang menghasilkan kepercayaan, integritas dan
terobosan melalui pencapaian consensus, kepemilikan dan keterpaduan pada semua
aspek organisasi.
Kolaborasi merupakan proses kompleks
yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja,
dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien, dan kadangkala itu
terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan (Lindeke
dan Sieckert, 2005). Gray (1989) juga menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu
proses berpikir dimana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari
suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan
pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
Kolaborasi juga disebut sebagai
pendekatan utama yang akan menggantikan pendekatan hirarki dalam
prinsip-prinsip pengorganisasian untuk memimpin dan memanage lingkungan kerja
pada abad yang akan datang.
Ada beberapa fungsi utama kolaborasi,
antara lain:
a. Satu
perubahan total (A Totalshift)
Kolaborasi
dikatakan sebagai suatu perubahan sebab kolaborasi bukan merupakan satu
program, bukan satu tekhnik, atau satu pemecahan masalah yang parsial,
melainkan merupakan satu perubahan menyeluruhdalam hal cara kerjasama, kreatif
tentang pelanggan, dan perilaku satu sama lain di dalam lingkungan kerja.
b. Etika
kerja yang baru (A new work ethic)
Kolaborasi
sebagai etika kerja yang baru karena dalam kolaborasi terdapat pengakuan bahwa
setiap pekerjaan dikerjakan melalui orang lain, setiap orang selalu menizinkan
dan merasa perlu adanya penghargaan, pekerjaan akan berhasil apabila masing
masing orang ikut merasa memiliki dan melaksanakan pekerjaan tersebut.
c. Satu
hubungan kerja (A common denominator of relationship)
Kolaborasi
memiliki arti sama dengan hubungan kerjasama, suatu pendekatan, suatu
pendekatan bahwa dalam rangka pengaturan semua orang dalam suatu lingkungan
kerja, bahwa kepercayaan dan nilai nilai dasar, merupakan landasan demi
terciptanya hubungan kerja yang didasarkan saling percaya mempercayai.
d. Kerangka
kerja pengambilan keputusan (A decision making frame work)
Kolaborasi
sebgai kerangka kerja pengambil keputusan, mengandung arti pengambilan
keputusan tentang strategi, pelanggan, atau sistem, bukan didasarkan pada
kekuasaan atau kepentingan perorangan melainkan didasarkan pada keputusan
organisasional yang berprinsip.
e. Serangkaian
metode dan alat (A set of methods and tools)
Kolaborasi
merupakan serangkaian metode dan alat yang membantu energi kerja melakukan
kerjasama, merasa memiliki dan bertanggung jawab demi keberhasilan organisasi
dan menciptakan satu sistem yang mampu menghasilkan kinerja tinggi yang terus
menerus
3. Pengertian
Jejaring Kerja
Teori Jaringan Kerja merupakan salah satu analisis Teknik Riset Operasional yang
berhubungan dengan Manajemen Proyek. Proyek adalah satu kombinasi kegiatan-kegiatan yang saling
berkaitan, yang harus dilakukan dalam urutan tertentu sebelum keseluruhan tugas
dapat diselesaikan. Urutan
kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara logis, yaitu mulai dari pelaksanaan
satu kegiatan sampai dengan kegiatan lainnya diselesaikan. Teknik analisis jaringan kerja yang dikembangkan
dipergunakan dalam perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek.
Jejaring kerja
menurut Wayne E. Braker dalam buku Networking Smart, tahun 1984 adalah proses aktif
membangun dan mengelola hubungan-hubungan yang produktif. Jejaring merupakkan
hubungan yang luas dan kokoh baik personal maupun organisasi. Selanjutnya
dikatakan jejaring dalam organisasi merupakan suatu proses pemeliharaan,
penumbuhan serta pengintegrasian kemampuan-kemampuan terpilih, bakat-bakat,
hubungan dan partner dengan cara mengembangkan kemitraan yang kreatif dan
strategis untukmeningkatkan kinerja organisasi.
Pentingnya jejaring kerja adalah menimbulkan komitmen dari setiap unsur
yang terkait dengan menempatkan setiap individu pada jejaring tersebut serta
menjadi jembatan penghubung antara pribadi dengan kehidupan profesional dan
antara satu institusi dengan institusi lainnya. Kita hidup dalam dunia
yang penuh dengan jejaring kerja yang tumpang tindih bagaikan galaksi dari
tatanan kerja. Dalam kondisi yang kompleks sedemikian ini, suatu organisasi
dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik, bila dikerjakan bersama-sama pihak
lain, saling bekerja sama, saling percaya-mempercayai, dan saling mendukung.
Menciptakan jejaring kerja dengan menghimpun kekuatan, tetapi menyebarkan apa
yang ada pada suatu organisasi dan mendorong pihak lain melakukan hal yang sama
(Kaloh, 2007).
manajemen jaringan adalah metode baru dalam memecahkan masalah (Glasbergen,
1995 dalam Kikckert, 1997). Manajeman
jaringan merupakan salah satu model dari manajemen publik. Pemerintah
bukanlah satu-satunya aktor yang dominan dalam jaringan. hirarki dan system pengendalian
dari pusat ke bawah tidak dapat dilakukan dalam jaringan karena semua sejajar
tidak ada yang paling tinggi (Kickert ,1997).
Manajemen jaringan
dalam organisasi dilaksanakan agar terciptanya koordinasi dan sinergi yang kuat
menyatukan tindakan, menyerasikan kegiatan dan mensinkronisasikan setiap usaha
guna mencapai tujuan organisasi. Lebih lanjut dalam manajemen jaringan sesuai
dengan tujuan akhirnya tak lain adalah kerja sama atau koordinasi yang harnonis
antar bagian (mengkombinasikan unsur-unsur atau bagian-bagian) untuk
menghasilkan keluaran yang lebih bermutu (lebih baik atau lebih besar).
Problematika yang sering dihadapi oleh
birokrasi pemerintahan kita adalah sering urusan sesuatu ditangani oleh banyak
instansi sehingga jika muncul masalah, sulit untuk melacak dimana sumber
permasalahan tersebut muncul. Kejelasan pengaturan manajemen jaringan sangatlah
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang timbul, tidak saja kejelasan
tentang siapa melakukan apa (kejelasan tugas pokok dan fungsi), namun juga tentang
akuntabilitas (bagaimana dan mengapa tugas itu harus dipertanggungjawabkan).
Banyaknya permasalahan yang timbul menyebabkan pemerintah tidak bisa
mengakomodir dan memecahkannya sendiri, dengan struktur kerja jejaring inilah
pemerintah bisa menjawab tantangan kerja birokrasi yang semakin besar. Namun tidaklah mudah mengakomodir dan memecahkannya tanpa
harmonisasi kerja yang optimal.
Pengertian yang telah dijabarkan diatas
sesuai dengan tujuan pokok membangun jaringan menurut Craig Hickman dalam
bukunya The Fourth Dimension adalah:
a. Menyatukan
bakat, potensi, kemampuan baik individu, kelompok maupun seluruh jajaran
organisasi sedemikian rupa sehingga tercipta kemampuan bersama yang makin
besar.
b. Fokus
yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pok yaitu mempersatukan bakat dn
membina dan mengembangkan keterampilan.
c. Membantu
mengembangkan berbagai ragam kemampuan anggota.
B.
Jenis-jenis
koordinasi dan jejaring kerja diklat
1. Berdasarkan
Luasnya Kordinasi
a. Koordinasi
yang paling sempit
Koordinasi yang terdapat dalam diri
sendiri seseorang yang bertujuan agar seseorang dapat menkoordinasikan anggota
tubuhnya sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna
b. Koordinasi
yang paling luas
Koordinasi yang paling luas yakni
diantara pribadi dengan pribadi.
c. Koordinasi
yang paling luas lagi
Koordinasi yang paling
luas yakni koordinasi antar kelompok, misalnya antar instansi.
2. Berdasarkan
Lingkup Koordinasinya
a. Koordinasi
intern
Koordinasi intern yaitu koordinasi yang
terjadi dalam satu unit organisasi.
Misalnya antara Dinas pendidikan deng Unit Pelaksana Tekhnis Dinas
b. Koordinasi
ekstern
Koordinasi ekstern yaitu koordinasi yang dilakukan dar bergabagi
organisasi. Misanya Badan Kepegawain Nasional dengan biro kepegawaian seluruh
departemen.
3. Berdasarkan
SANRI 1997
a. Koordinasi
Hierarkis Koordinasi Vertikal)
Koordinasi hierarkis adalah koordinasi
yang dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi pemerintah
terhadap pejabat atau instansi bawahannya.
b. Koordinasi
Fungsional
Koordinasi fungsional adalah koordinasi
yang dilakukan oleh seorang pejabat atau sesuatu instansi terhadap seorang
pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan azas
fungsional. Koordinasi fungsional dapat dibedakan kedalam tiga jenis yaitu:
1)
Koordinasi fungsional horizantal yaitu
koordinasi yang dilakukan seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat
atau instansi lain yang setingkat baik dalam satu instansi maupun dengan
instansi lain.
2)
Koordinasi fungsional diagonal yaitu,
koordinasi yang dilakukan seseorang pejabat atau suau instansi terahadap
pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatanannya tetapi bukan
bawahannya yang mempunyai porgram yang berkaitan
3)
Koordinasi fungsional teritorial yaitu,
koordinasi yang dilakukan seorang pejabat atau instansi lain terhadap pejabat
atau instansi lain yang berada dalam batasan wilayah teritorial.
4. Koordinasi
Instansional
Koordinasi instansional adalah
koordinasi terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang
berangkutan
5. Jenis-Jenis
Jejaring Kerja
Ada tiga macam proses di dalam
pelaksanaan jearing kerja yaitu:
a. Mengadakan
seleksi
Dalam hal ini sebelum pelaksanaan
jejaring kerja perlu melaksanakan seleksi dengan siapa saja perlu melakukan
jejaring kerja. Hal ini sangat bermanfaat bagi langkah selanjutnya.
b. Mengadakan
penggalian
Menggali lebih jauh tentang manfaat jejaring
kerja, bidang-bidang apa saja yang perlu dilaksanakan serta kemampuan apa saja
yang diperlukan.
c. Mengadakan
mitra kerja
Dalam hak ini perlu menentukan tugas dan peran
masing masing mitra kerja, hal-hal yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh
masing-masing mitra kerja.
BAB IV
TEKNIK-TEKNIK KOORDINASI,
KOLABORASI
DAN JEJARING KERJA
DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT
A. TEKNIK KOORDINASI PENYELENGGARAAN
DIKLAT
Teknik adalah suatu cara atau metode
untuk dipergunakan dalam melaksanakan sesuatu. Sedangkan teknik koordinasi tata
cara atau prosedur dalam melakukan atau meningkatkan koordinasi.
1. Sarana
Koordinasi
Sarana adalah alat, sedangkan sarana
koordinasi adalah alat-alat yang terkait dengan pelaksanaan koordinasi
meliputi:
a. Kebujaksanaan
Kebijaksanaan adalah pedoman pelaksanaan
tindakan-tindakan tertentu. Kebijaksanaan merupakan kumpulan-kumpulan keputusan
yang berguna untuk:
1)
Pedoman pelaksanaan tindakan dan
kegiatan tertentu
2)
Mengatur suatu mekanisme tindakan
lanjutan untuk pelaksanaan tindakan atau kegaiatan tertentu
3)
Memperoleh dukungan dari pejabat dan
pelaksana dalam organisasi
b. Rencana
Rencana digunakan sebagai alat
koordinasi dan hubungan kerja karena didalam rencana yang baik tertuang secara
jelas sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, dan lokasi pelaksanaan
c. Prosedur
dan tata kerja
Prosedur dan tata kerja pada prinsipnya
dapat digunakan sebagai alaat koordinasi dan hubungan kerja untuk kegiatan yang
sifatnya berulang-ulang.
d. Rapat
dan Taklimat (Briefing)
Rapat Dan Taklimat (briefing) digunakan
untuk memberikan pengarahan, memperjelas atau menegaskan suatu kebijaksanaan
yang harus dilaksanakan.
2. Pola
Koordinasi Penyelenggaraan Diklat
Berikut ini akan dibahas tentanng pola
bentuk koordinasi penyelenggaraan diklay yang dilakukan melalui:
a. Forum
Yang dimaksud forum dalam masalah ini
adalah pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan dalam rangka koordinasi baik
secara formal maupun non formal untuk membahas suatu permasalahan. Dalam hal
penyelenggaraan diklat yang dikoordinasikan antara lain persiapan
penyelenggaraan diklat yang meliputi:
1) Persiapan
tenaga pengajar
2) Persiapan
panitia penyelenggara
3) Persiapan
katering
4) Pengkoordinasian
jadwal kegiatan
b. Tim,
Panitia, Kelompok kerja
Tim, panitia atau kelompok kerja sangat
diperlukan apabila pekerjaan tersebut bersifat kompleks, rumit, multi disiplin,
multifungsi sehingga azas fungsionalisasi secara tekhnis dapat berjalan dengan
baik.
c. Dewan
atau Badan/ Lembaga Tertentu
Lembaga lembaga atau badan-badan
tertentu yang secara fungsional memiliki fungsi sebagai instansi pembina
diklat.
3. Pedoman
Koordinasi Penyelenggaraan Diklat
Dalam pelaksanaan
koordinasi penyelenggaraan diklat perlu diperhatikan hal-hal yang harus
dilaksanakan dalam koordinasi dan prinsip-prinsip koordinasi. Hal-hal yang
perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
a. Koordinasi
penyelenggaraan diklat harus sudah dimulai sejak perencanaan penyelenggaraan
diklat
b. Perlu
dijelaskan secara jelas tugas dan wewenang masing-masing penitia penyelenggara
diklat
c. Ketua
pelaksana diklat yang secara fungsional berwenang dan bertanggung jawab
mengenai penyelenggaraan.
d. Dirumuskan
secara jelas wewenang tanggung jawab dan tugas-tugas panitia penyelenggara.
e. Perlu
dikembangkan komunikasi timbal balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan
kerja sama.
f. Ketua
pelaksana diklat yang berkewajiban mengkoordinasikan perlu memiliki jiwa
kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi agar koordinasi lebih efektif
g. Dalam
pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.
B. Teknik Kolaborasi Penyelenggaraan
Diklat
Tidak semua pelaksanaan koordinasi
menggunakan pendekatan kolaborasi, sebab kolaborasi merupakan kerja sama yang
sinergis sehingga kedua belah pihak menang (win-win solution), baik dalam hal
memberikan tanggung jawab, otoritas tanggung gugat.
Adapun teknik kolaboratif dalam
penyelenggaraan diklat dalam makalah ini mengacu pada lima tahap dalam
pelaksanaan metode kolaboratif yang dikembangkan oleh Edward M. Marshall, Ph.D.
metode kolaboratif ini memperlihatkan elemen-elemen lingkungan kerja yang
bervariasi, kesemuanya diarahkan dalam pendekatan perbuhan.
Adanya berbagai macam elemen hubungan
pelanggan, budaya setempat, proses kerja, isi, struktur dan sistem, memimpin
dan mengelola, kemitraan, hubungan kerja, hasil dan reputasi.
C. Teknik
Jejaring Kerja Penyelenggaraan Diklat
Keberhasilan jejaring kerja sangat
dipengaruhi oleh ni;ai-nilai pokok yang harus dipenuhi dalam jejaring kerja.
Nilai-nilai tersebut diantaranya adalah:
1. Adanya
kejujuran dari individu
2. Hubungan
kerja sama antar pribadi harus didasarkan atas saling adanya kepercayaan.
3. Dalam
proses manajerial harus ditekankan pada prinsip pemberdayaan.
4. Secara
organisasi harus dibina tercapainya kemitraan
Disamping keempat hal tersebut diatas
dalam melaksanakan hubungan antar individu perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Saling
memahami satu sama lain
2. Saling
menguntungkan kedua belah pihak
3. Saling
sama-sama menang.
BAB V
PRINSIP-PRINSIP KOORDINASI
KOLABORASI
DAN JEJARING KERJA DIKLAT.
A.
Prinsip
Koordinasi Diklat
Prinsip-prinsip koordinasi
penyelenggaraan diklat antara lain adala sebagai berikut:
1. Koordinasi
harus berpegang teguh pada wewenang formal
2. Koordinasi
harus dimulai dari tahap dini, yaitu sejak perumusan kebijaksanaan
3. Perlu
dipelihara komunikasi timbak balik
4. Amati
terus faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan koordinasi
5. Koordinasi
perlu dilaksanakan secara terus menerus
6. Ciptakan
dan tetapkan pola atau wadah koordinasi yang akan digunakan dalam koordinasi.
7. Adanya
pedoman atau petunjuk untuk pelaksanaan koordniasi
B.
Prinsip
Kolaborasi Diklat
Prinsip-prinsip kolaborasi mengacu pada
lima komponen utama yang harus dimiliki dalam lingkungan kerja yang kolaboratif
yakni:
1. Budaya
kerja
2. Kepemimpinan
kolaboratif
3. Strategic
vision
4. Proses
tim kolaborasi
5. Stuktur
kolaborasi
C.
Prinsip
Jejaring Kerja Diklat
Dalam pelaksanaan jejaring kerja perlu
memperhatikan beberapa prinsip dasar yang dikemukakan oleh beberapa pakar
sebagai berikut:
1. Hubungan
nerupakan kebutuhan dasar manusia.
2. Manusia
cenderung berbuat seperti apa yang diharapkannya
3. Manusia
cenderung berkelompok dengan orang lain yang mempunyai kesamaan.
4. Interaksi
yang diulang-ulang mendorong untuk kerjasama
BAB VI
KESIMPULAN
Jejaring
kerja diklat sangat dibutuhkan ketika kita hendak membuat suatu pendidikan atau
pelatihan. Sebuah pendidikan atau pelatihan tidak dapat berjalan sesuai dengan
rencana jika tidak memperhatikan kerja sama antar individu. Demikian pula
didalam sebuah organisasi perlu bekerja sama satu sama lain untuk mencapai
tujuan oorganisasinya secara maksimal
Kegiatan
pendidikan dan pelatihan akan mencapai tujuan secara efektif dan efesien jika
diorganisir dengan baik. Kegiatan pendidikan dan latihan tidak bisa lepas dari
manajemen
Pengelola
pendidikan dan pelatihan merupakan manager dalam penyelenggaraan diklat, oleh
karena itu perlu memiliki kompetensi dalam hal membangun jejaring kerja secara
efektif dan efesien agar pelaksanaan diklat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Kristiadi,J.B. Dimensi Praktis Manajemen
Pembangunan di Indonesia, STIA-LAN, Press, Jakarta 1997
Ma’moeri, Endar, Hubungan kerja dan
Koordinasi, bahan diklat Adum, Jakarta, 2000.
Siwi Ultima kadarmo, DR dkk, koordinasi
dan Hubungan Kerja, Bahan Diklat Pimpinan IV, LAN,2011
Dalam melaksanakan Koordinasi dan Kolaborasi dengan mitra dan jejaring kerja dalam Tim proyek perubahan, Strategi seperti apa yang bisa kita wujudkan ? tentunya diawali dengan in put, out put dan out comesnya.
BalasHapus